LUBUKLINGGAU, NS – Keluarga pasien covid-19 ini merasa kecewa dengan keadaan. Lantaran gagal harus putar balik di penyekatan mudik. Tepatnya di pos penyekatan pintu tol Keramasan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Pasien tersebut berasal dari RS AR Bunda Lubuklinggau, yang dirujuk ke RS Abdi Waluyo di Jakarta.
Kakak Ipar Pasien, Irginia Rosi menuturkan, adik iparnya itu dinyatakan positif covid-19 pada 1 Mei 2021. Sejak saat itu pasien dirawat di RS Bunda Lubuklinggau.
Karena kondisi pasien menurun, lalu keluarga minta dirujuk ke Jakarta. Setalah RS Bunda melakukan koordinasi dengan rumah sakit di Jakarta, keluarlah surat rujukan ke RS Abdi Waluyo Jakarta.
Setelah mengurus semua administrasi, termasuk membayar uang ambulance sebesar Rp 26 juta, pada 7 Mei 2021, pasien diberangkatkan ke Jakarata.
Sampai di pitu tol di Ogan Ilir sudah pagi, diperiksa petugas penyekatan mudik di pintu tol tersebut. “Setelah diperiksa kami mendapat informasi, sopir tidak bisa melanjutkan ke Jarkarta,” ceritanya.
Memang saat perjalan dari Lubuklinggau menuju Jakarta tidak ada keluarga pasien yang mendampingi. Karena keluarga pasien sedang menunggu di Jakarta. Sementara yang melakukan perjalanan hanya sopir ambulance, satu orang perawat dan pasien.
Rosi menyampaikan, menurut perawat ambulance, alasan utama tidak bisa melanjutkan perjalanan adalah, pasien covid-19 tidak bisa dirujuk lintas provinsi. “Menurut sopir ambulance memang ada petugas kesehatan, dari Dinkes Provinsi yang ikut melakukan pemeriksaan di pos penyekatan pintu tol,” jelasnya.
Pihaknya tetap melakukan upaya, dengan berkoordinasi dengan pihak kepolisian di lapangan. Saat itu akhirnya dari pihak kepolisian diizinkan lewat.
Dia kembali berkoordinasi dengan sopir ambulance. “Namun dari sopir ambulance tetap tidak mau melanjutkan perjalanan,” katanya.
Selain berkoordinasi dengan petugas di pintu tol, Rosi mengaku juga melakukan koordinasi dengan pihak rumah sakit, agar sopir ambulance menunggu sebentar.
“Meski dari pihak kepolisian boleh lewat, namun pihak rumah sakit dan sopir tetap tidak ingin melanjutkan perjalanan. Malah jawaban dari pihak rumah sakit, mengatakan tidak mau ambil resiko, karena berurusan dengan hukum,” katanya.
“Kata pihak rumah sakit, sudah ditegur Dinas Kesehatan Provinsi. Sehingga rumah sakit tidak berani melanjutkan perjalanan. Pihak rumah sakit bilang, tidak berani menyalahi aturan. Dan sudah menjadi intruksi direktur, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya. Akhirnya keputusan yang diambil oleh sopir ambulance, putar balik ke Lubuklinggau.
Sementara beredar juga pemberitaan bahwa ambulance diputar balik, karena diduga membawa pemudik.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau, dr Sarah membantah memfasilitasi pemudik dengan ambulance. Karena pihaknya benar-benar mengirim pasien rujukan ke Jakarta atas permintaan pasien keluarga pasien sendiri.
“Kan pasien punya hak untuk memilih mau dirawat dan mendapat pelayanan kesehatan saja,” katanya, Senin (10/5).
Dia mengungkap petugasnya memang membawa pasien tersebut dengan menggunakan ambulance, pada Sabtu (8/5), dini hari. “Pas di penyekatan Ogan Ilir sebelum masuk tol disuruh putar balik,” katanya.
Dia mengungkapkan alasannya, petugas memutar balik ambulance, karena melihat kondisi pasien sehat dan posisi duduk. “Padahal kondisi pasien tidak bisa dilihat dari fisik saja. Disamping itu petugas tidak membawa surat tugas, sebagaimana dimaksudkan petugas yang berjaga di penyekatan,” ungkapnya.
“Kalau dari rumah sakit, surat-surat seperti biasa dilakukan selama ini ketika membawa pasien rujukan. Semua itu lengkap. Memang kalau surat tugas perjalanan dinas yang ditanda tangani oleh direktur itu tidak ada,” katanya.
“Beda halnya kalau saya menugaskan misalnya kepala humas untuk melakukan perjalanan, itu pasti ada surat tugas. Karena menurut saya, kalau ambulance yang berangkatnya tidak menentu, kadang keadaan urgensi harus berangkar tengah malam. Dak mungkin harus menunggu tanda tangan direktur” katanya.
Sehingga ia menilai ini tentang salah paham saja. Mungkin karena adanya kebijakan larangan mudik 6-17 Mei. “Sehingga sopir ambulance juga harus mengantongi surat tugas yang seperti itu,” katanya.
Meski begitu, lanjutnya, pada paginya pihak rumah sakit mengirim surat tugas seperti yang dimaksud, petugas pos penyekatan bentuk file lewat pesan Wa.
“Kenapa akhirnya, pasien kami bawa lagi balik ke Lubuklinggau, karena kwatir, kalaupun bisa lolos di satu pos penyekatan, bagaimana dengan pos penyekatan berikutnya, sementara sopir tidak membawa surat tugas yang sesuai dengan yang dimaksud oleh petugas pos,” katanya.
Selanjutnya, dia mengatakan bahwa pasien rencananya akan tetap dikirim kembali ke Jakarta. “Kami sedang mencari petugasnya, dan akan menyiapkan surat tugas,” katanya. (Rd)